HERI JUNAIDI,MPH

Blog ini di buat dengan segala keterbatasan yang ada baik dari segi penataan dan pengalaman akan sebuah blog... tapi harapan dalam membuat blog ini adalah semoga dapat bermanfaat bagi umat manusia yang membutuhkan.. kalo tidak apa boleh buat saya sebagai manusia punya banyak keterbatasan...

Selasa, 27 Oktober 2009

Sejarah Mukomuko

MUKOMUKO
Geografis
Kabupaten Mukomuko merupakan salah satu kabupaten pemekaran di wilayah propinsi Bengkulu yang sebelumnya merupakan wilayah Kabupaten Bengkulu Utara. Ibukota Kabupaten Mukomuko adalah Pasar Mukomuko.
Luas Kabupaten Mukomuko adalah 4.036,7 Km2. yang terdiri dari 5 kecamatan definitif, 84 desa dan 1 kelurahan. Kecamatan yang ada di Mukomuko yaitu Kecamatan Mukomuko Selatan, Kecamatan Pondok Suguh, Kecamatan Teras Terunjam, Kecamatan Mukomuko Utara, dan Kecamatan Lubuk Pinang. Seluruh wilayah kecamatan di Kabupaten Mukomuko berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia.
Kondisi geografis Kabupaten Mukomuko sebagian besar merupakan dataran yang terdapat di bagian barat membujur searah garis pantai dari selatan ke utara. Sedangkan di bagian timur topografinya berbukit – bukit terutama wilayah kecamatan Teras Terunjam.
Kabupaten Mukomuko berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara dengan Propinsi Sumatera Barat
b. Sebelah Selatan dengan Kabupaten Bengkulu Utara
c. Sebelah Timur dengan Propinsi Jambi
d. Sebelah Barat dengan Samudera Indonesia .
Dari sisi hidrologis, Kabupaten Mukomuko memiliki beberapa Sungai besar yang berhulu di sisi timur Bukit Barisan dan mengalir ke Samudera Indonesia. Sebagian sungai-sungai tersebut merupakan sumber air kebutuhan masyarakat setempat dan sumber irigasi sawah. Sumber irigasi yang terbesar berasal dari bendungan yang cukup terkenal di daerah ini yaitu Bendungan Air Manjunto yang pengoperasiannya dahulu diresmikan oleh Presiden Soeharto.

Sejarah Mukomuko

Asal nama Mukomuko
Ada dua versi kisah sejarah asal nama Mukomuko. Kedua versi ada kesamaannya, dan ada perbedaannya. Penduduk Mukomuko pada mulanya bertempat tinggal di suatu daerah yang diberi nama Padang Ribunribun. Penduduknya terdiri dari dua kelompok yang tergabung dalam 7 (tujuh) nenek:
1. Nenek bergelar Maharajo Namrah
2. Nenek bergelar Maharajo Terang
3. Nenek bergelar Mahajajo Laksamana
4. Nenek bergelar Rajo tiangso
5. Nenek bergelar Koto Pahlawan
6. Nenek bergelar Rajo mangkuto.
Para sesepuh ini kemudian membentuk suatu negeri yang dikepalai oleh seorang Penghulu Adat sebagai kepala dari seluruh suku tersebut yang di sebut Datuk. Setelah beberapa puluh tahun, muncullah sebutan untuk daerah ini, yaitu Teluk Kuala Banda Ramai. Sebutan ini diberikan oleh seorang pendatang dari Kerinci. Pendatang itu adalah seorang pedagang, yang membawa barang dagangan melalui jalan Sungai Ipuh dan menelusuri Sungai Selagon dengan menggunakan rakit hingga ke muara. Karena nama Teluk Kuala Banda Rami dibuat oleh kaum pendatang, maka para kepala suku mengadakan musyawarah di Padang Ribunribun untuk mencari nama yang sesuai bagi daerahnya. Lebih kurang selama 6 (enam) purnama mereka bermusyawarah, belum juga ada kesepakatan tentang nama. Pada purnama ke 7 (tujuh), mereka kedatangan 3 (tiga) tamu dari Pagarruyung tamu tersebut adalah :
1. Paduko Rajo
2. Marajo nan Kayo
3. Marajo Gedang
Setelah berbasa-basi, salah seorang dari tamu tadi bertanya kepada pimpinan musyawarah, yaitu Maharajo Namrah tentang musyawarah yang tengah mereka lakukan dengan cara duduk bertahap-hadapan ini. Maharajo Namrah juga menambahkan bahwa malam ini adalah malam yang ketujuh mereka bermusyawarah untuk mencari nama yang sesuai bagi daerah ini.
Mendengar pernyataan itu, maka tamu tadi berkomentar, “Berarti sudah tujuh purnama kamu ini bertahapan muka saja (bermukomuko)” Mendengar ucapan tamu tadi, serentak para Kepala Suku menjawab, “kalau demikian, negeri ini kita beri saja nama mukomuko” Sejak itulah Padang Ribunribun berubah namanya menjadi Mukomuko.
Nama Mukomuko menurut versi kedua menguraikanya sebagai berikut ini. Dahulunya mukomuko bernama Kerajaan Talang Kayu Embun. Pada tahun 1529 terjadi keributan antarK kerajaan Kerinci dengan Kayu Emban tentang batas-batas kerajaan. Untuk itu Sultan Firmansyah Rajo Indrapuro diperintah dan diatur dimukomuko/ bermusyawarah bertempat di Rumah Gedang Lunang, yang dihadiri oleh tokoh, yaitu yang berikut:
1. Pemangku Lima, dan Kerinci Depati Empat
2. Depati Laut Tawaran, dari Mukomuko
3. Sultan Muhammad Syah, dari Indrapura
4. Penghulu Delapan dan Lunang
Hasil musyawarah bermukomuko di rumah Gedang Lunang pada hari Senin sepuluh Maret 1529 adalah resminya nama Mukomuko dan resminya batas kerajaan Mukomuko dengan Kerinci, yaitu dari Renah Sianiet sampai Bukit Sitinjauh Laut. Sejak saat itu pula adat istiadat budaya pegang pakai Mukomuko diberlakukan. Agaknya versi pertama lebih tua dari pada versi kedua. Ini berarti bahwa sangat mungkin istilah Mukomuko sudah digunakan jauh sebelum tahun 1529. dengan demikian, sejarah asal nama Mukomuko dapat dikembalikan ke abad sebelumnya, yaitu abad-abad XIV atau bahkan XIII.
Pemerintah Tradisional.
Dalam kisah asal nama Mukomuko versi pertama sudah tersirat bentuk pemerintahan tradisional. Musyawarah untuk suatu mufakat sebagaimana digambarkan dalam versi pertama kisah asal nama Mukomuko memperlihatkan pada waktu lampau keputusan-keputusan politik pemerintahan ditetapkan atas dasar musyawarah. Adanya datuk, kepala suku, yang memimpin kelompok-kelompok komunitas genealogis juga menunjukkan adanya bentuk pemerintahan tradisional itu.
Masuknya Hindu dan Islam selanjutnya turut memantapkan terbangunnya pola atau sistem pemerintahan masyarakat Mukomuko. Dari namanya saja misalnya, Kesultanan Anak Sungai dengan pusat pemerintahan di Mukomuko menunjukkan pengaruh Islam. Namun demikian, istilah ”Proatin” adalah istilah yang menunjukkan adanya pengaruh Hindu. Perpaduan berbagai unsur dan pengaruh berbagai bangsa serta situasi politik suku-suku bangsa lainnya telah mempengaruhi, membangun, dan membentuk sistem pemerintahan tradisional Mukomuko. Hal ini jelas misalnya, dari pernyataan Willian Marsden dalam bukunya the History of Sumatera pada halaman 354 mengatakan bahwa kerajaan Anak Sungai mencakup sejumlah dusun desa yang masing-masing mempunyai seorang kepala dusun atau kepala desa yang bergelar Proatin.

Kedatangan bangsa Barat dan Pengaruhnya.
Maksud orang-orang Barat datang ke Nusantara (termasuk ke Mukomuko) melalui jalur perairan adalah untuk mengambil sendiri rempah-rempah dari pulau-pulau penghasil nya. Mukomuko pada masa lalu juga mempunyai komoditas ekspor yang dibutuhkan oleh orang-orang luar itu, yaitu rempah rempah, sarang burung dan emas. Konon kabarnya emas dari Mukomuko mutunya lebih baik dari pada yang di Padang. Sarang burung layang-layang atau mesiu mentah atau salpeter diperoleh dari gua-gua besar di sekitar Sungai Urai (Ketahun). Kotoran burung layang-layang itulah yang mengandung salpeter, merupakan bahan makanan lezat bagi orang Cina.
Sistem pemerintahan berpola Melayu, yaitu kedaulatan politik berada pada Sultan di Menjuto dan dibantu oleh beberapa menteri. Proatin, pemimpin dusun, secara sukarela tunduk kepada Sultan, sedangkan terhadap menteri, secara teori, pada waktu tertentu mereka memberi penghormatan dengan upeti. Menteri Negeri Empat Belas Kota atau Mukomuko mempunyai memiliki kedudukan tertinggi yang mengurus hal-ihwal negara, Menteri Lima Kota atau Bantal mengurus keamanan dalam negeri, sedangkan para Proatin mengurus dusunnya masing-masing.
Selama abad XVII timbul hasrat rakyat Kerajaan Anak Sungai untuk memisahkan diri dari kekuasaan Sultan Indrapura. Maka, timbullah kerusuhan politik di wilayah Anak Sungai, yaitu gerakan memisahkan diri dari kekuasaan Indrapura yang dipimpin oleh kerabat Sultan Muhammmad Syah yang mewakilinya di wilayah Anak Sungai, yaitu Tuanku Sungut dan Tuanku Di Bawa Pauk (Raja Kecil Besar). Sultan Muhammad Syah melarikan diri ke Menjuto. Di Menjuto, beliau tidak diterima dengan baik.
Kematian Raja Itam ini dipakai sebagai kesempatan terbaik oleh Sultan Muhammad Syah dan wakil Raja Adil untuk menuntut kembali Kerajaan Anak Sungai sebagai Propinsi Kerajaan Indrapura. Akan tetapi, semua pihak yang ada di Mukomuko mendukung Gulemat sebagai Raja di Anak Sungai tetapi Inggris menolak tuntutan mereka sepenuhnya dan tetap melindungi Gulemat. Pada tanggal 26 september 1695 EIC mengadakan perjanjian dagang dengan kerajaan Anak Sungai, dimana EIC memperoleh hak-hak monopoli dagang di daerah-daerah antara Menjuto dan Ketahun.
Pembagian ini tidak menyelesaikan masalah, pada tahun 1699 Raja Adil menarik diri dari pemerintahan dan meninggalkan Gulemat sebagai penguasa tunggal kerajaan Anak Sungai. Merah bangun pindah berkedudukan di Mukomuko, dan menetang Gulemat. Pada tanggal 26 September 1695, diadakan perjanjian dagang dengan Sultan Gulemat dari kerajaan Anak Sungai, dimana Inggris memeperoleh hak monopoli lada di wilayah kerajaannnya, yaitu di daerah pesisir barat Sumatera bagian selatan antara Menjuto dan Ketahun. Dengan demikian, maka Inggris memperluas pengaruhnya dengan membuka pos dagang di Triamang (1695), Ketahun dan Sebelat (1697), Bantal (1700). Pada tahun 1728, raja Kecil Besar meletakkan jabatannya secara sukarela. Berdasarkan hasil musyawarah, para Proatin telah mengajukan permohonan kepada Sultan Inderapura agar puteranya Merah Bangun yang berkedudukan di Mukomuko diperkenankan untuk dinobatkan menjadi Sultan Mukomuko yang otonom.
Pada bulan Agustus 1728, Merah Bangun dinobatkan oleh Sultan Indrapura sebagai Sultan Mukomuko yang pertama dan berdiri sendiri, berkedudukan di Mukomuko dengan Sultan Gendam Mersah (1728, 1752). Sebuah perjanjian baru yang tahun 1728 ditanda tanggani oleh Sultan Mukomuko dan juga (dari Kerajaan Sungai Lemau, Sungai Item dan Silebar) dengan Inggris yaitu mengadakan penelitian perkebunan lada bersama pejabat EIC yang bergelar Residen dalam menggaitkan tanaman lada di wilayah Bengkulu. Tanggal 30 januari 1741 Residen Distrik Mukomuko mengeluh wilayah penghasilan lada di Mukomuko kurang sekali, hal ini disebabkan karena penduduk Mukomuko masih sedikit, sedangkan areal tanam luas.
Akibat yang langsung dari keluahan ini adanya tekanan dari For Marlborough tentang tanam paksa ini, akibatnya timbul kegelisahan-kegelisahan di distrik lada dan mulai menetang Inggris, karena tidak puas dengan tindakan sewenang-wenang Yang sangat merugikan petani lada. Dengan tidak adanya perhatian maka pada tahun 1773 beberapa daerah mengambil tindakan kekerasan secara terang-terangan terhadap Inggris. Di Mukomuko sejak tahun 1772 terjadi protes dan para petani selalu mengadakan rapat-rapat menetang Inggris. Pada tanggal 22 Nopember 1804, dari Fort marlboroungh dikirim saru ekspedisi tentara kompeni ke Ipuh untuk menangkap pemberontak. Pada tanggal 3 Desember 1804 ekspedisi ini sampai ke Ipuh lalu mulai masuk kepedalaman dan daerah pegunungan melalui sungai, hutan belantara dan jalan setapak untuk mengejar pemberontak yang mengundurkan diri ke pedalaman. Pasukan Inggrispun meninggalkan Mukomuko dan kembali ke ibukota Bengkulu.
Stanfort Thomas Raffles pernah menjadi Residen di Bengkulu, yang pada 4 Juni 1818 menghapuskan sistem tanam paksa lada yang diberlakukan oleh Komisaris Ewer.
Setelah Bengkulu diserahkan ke Belanda dari Inggris kerajaan Mukomuko menjadi Kabupaten sendiri (landschappen) dengan wilayah Negeri Empat Belas Kota, Lima Kota (Bantal), dan Proatin Nan Kurang Satu Enam Puluh (Seblat). Konsekuensi nya Sultan Mukomuko merasa sepenuhnya merdeka dan menyatakan tidak lagi berada dibawah pemerintahan Belanda di Bengkulu.
Pada tanggal 17 Maret 1824 dilakukan perjanjian (traktat) London antara Kerajaan Inggris dan Belanda untuk mengatur wilayah dan perdagangan di Hindia Timur, serta merupakan rekonsiliasi persaingan ekonomi di kepulauan Indonesia. Setelah perjanjian London, Belanda mengangkat B.C Verploegh menjadi Residen Belanda pertama di Bengkulu (1825-1826) membawahi 9 onderafdeling, termasuk Mukomuko yang memiliki 5 distrik.
Ketika di Jawa pecah perang Diponegoro, maka Pemerintah Belanda melakukan penghematan anggaran, yang konsekuensinya adalah Residensi di Bengkulu di gabung menjadi afdeling Sumatra Barat., dan jabatan Verlploegh menjadi asisten Residen. Sistem tanam paksa yang pernah dihapus, diberlakukan kembali untuk memulihkan ekonomi perekonomian Pemerintah Kolonial, yaitu pada 1 April 1833 pada masa pemerintahan asisten Residen J.H Knoerle. Keputusan ini ditentang oleh rakyat pribumi, dan pemberontakan memuncak hingga tewasnya Knoerle di Dusun Tanjung. Insiden pembunuhan asisten residen ini telah membuka Van den Bosch untuk merevisi kebijakan tanam paksa. Dan akhirnya tanam paksa dihapus antara periode 1861-1870.
Sejarah berdirinya Kabupaten Mukomuko
Kabupaten Mukomuko berdiri dengan dasar Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2003, tanggal 25 Februari 2003 tentang Pembentukan Mukomuko sebagai Kabupaten yang terpisah dari induknya, yakni Bengkulu Utara. Dasarnya dilandasi oleh berbagai pertimbangan strategis, yang bermuara pada pengembangan wilayah dan optimalisasi pembangunan daerah. Prosedur yang ditempuh berkaitan dengan pembentukan kabupaten ini dilakukan menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta dilandasi motivasi untuk membangun daerah, dan mendekatkan pelayanan publik.

Sosial Budaya
Penduduk asli Mukomuko terdiri dari 2 suku bangsa, yaitu Mukomuko dan Pekal. Suku bangsa Mukomuko masih menganut tipe kesatuan kerabat yang disebut kaum. Ada lima Kaum di Kabupaten Mukomuko yaitu Kaum Limo Suku, Kaum Enam Dahulu, Kaum Delapan, Kaum Empat Belas, Kaum Enam Di Hilir.
Terbentuknya Mukomuko sebagai kabupaten tersendiri menyebabkan suku bangsa yang mendiami Mukomuko semakin beragam. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan bahasa pengantar dalam kehidupan sehari-hari. Bahasa daerah (lokal) berkembang dalam komunitas suku bangsa asli; sementara di lingkungan komunitas migran, bahasa asal daerah migran berkembang terbatas di wilayah tertentu. Bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar komunikasi pada berbagai kebutuhan publik, dan sekaligus sebagai pemersatu.
Di wilayah perkotaan pemukiman penduduk dalam bentuk kesatuan kampung/desa. Beberapa kampung/desa di perkotaan tersebut secara administratif dipersatukan dalam satu kesatuan wilayah kelurahan. Di perdesaan pemukiman penduduk bersatu dalam bentuk kesatuan dusun, kemudian beberapa dusun dipersatukan dalam kesatuan administratif desa. Mayoritas penduduk Kabupaten Mukomuko beragama Islam, dan yang lainnya beragama Kristen.

Label:

7 Komentar:

Blogger Unknown mengatakan...

tulisan yang bermanfaat, saya mohon ijin untuk memposting tulisan ini di blog saya www.supratmankerinci.blogspot.com mohon di konfirmasi pak, TQ

17 Juli 2011 pukul 00.41  
Blogger anwar mengatakan...

Ss

16 Juni 2015 pukul 10.03  
Blogger anwar mengatakan...

Ss

16 Juni 2015 pukul 10.03  
Blogger Unknown mengatakan...

pangeran atau keturunan dari kesultanan apa kah ada yg menetap di mentawai tepat nya di sikakap pagai utara dan selatan.

13 Desember 2015 pukul 07.42  
Blogger bunga teratai putih mengatakan...

artikelnya bagus

21 November 2016 pukul 22.44  
Blogger Unknown mengatakan...

Saya masih keturunan kerajaan muko-muko. Bergelar Putri

14 Oktober 2020 pukul 05.37  
Blogger arya mengatakan...

Aku masih keturunan dr kerajaan moekomoeko, keturunan dr RAJO M.Y...

13 April 2022 pukul 07.16  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda

Browser not supported